Got My Cursor @ 123Cursors.com

Minggu, 25 September 2016

Walking with God

Bayangkan, seorang bapak dengan anaknya yang sangat dikasihinya sedang dalam sebuah perjalanan panjang sambil berpegangan tangan. Bapak dan anak tersebut berjalan sambil tertawa dan si anak bercerita tentang banyak hal kepada bapaknya. Awalnya perjalanan mereka hangat dan penuh sukacita. Lantas si anak untuk pertama kali terjatuh karena tersandung batu kecil, tetapi si bapak mengangkat anaknya dgn lembut. Si anak mulai kekurangan kefokusan dan dia terjatuh lagi karena batu besar sampai tersungkur dengan lututnya, si bapak kembali menahan dan mengangkat anaknya. Kini si anak mulai melihat mainan di pinggir jalan dan tampaknya sangat memikat hatinya. Dia berusaha melepaskan genggaman tangan bapak hendak melihat mainan tsb. Tapi dengan sabar si bapak menahan dan menasehati agar dia tidak pergi walaupun dia tetap berontak. Si anak mengalah dengan hati yang kesal. Begitulah seterusnya sampai akhir perjalanan mereka, si anak selalu jatuh, tapi singkatnya si bapak tidak pernah sekali pun melepaskan tangannya dari anaknya.
Sekarang realisasikan bayangan tersebut ke hidup kita.
Ya, benar, Dialah Allah. Indahnya hidup berjalan berpegangan dengan Allah. Allah yang selalu memegang tangan kita. Hitung ada berapa banyak batu kecil yang membuat kita terjatuh dalam hidup kita, adakah Dia meninggalkan kita? Dia dengan setia mengangkat kita dan memberi kita pelajaran utk tidak melakukan kesalahan yang sama. Ada berapa banyak batu besar yang membuat kita jatuh, adakah Dia berlalu? Justru Dia tidak pernah membiarkan kita jatuh sampai tergeletak. Dia akan selalu bekerja mengubah pemahaman kita yang salah. Ketika hati kita mulai terpikat dgn dunia ini, apakah Dia diam? Dia menahan hati kita supaya tidak terlena dgn semuanya itu. Walau kita sering terlihat kesal, tetapi di akhir perjalanan hidup kita, kita bisa melihat bahwa Allah lah satu-satunya Pribadi yang paling setia menuntun, memegang, dan memelihara hidup yang penuh dengan kekurangan ini.
Tapi satu hal yang penting dari semua hal diatas terjadi ketika kita pun berpegang pada Allah. Allah akan tetap mengangkat ketika kita jatuh, tetapi bukankah dengan tangan yang tergenggam denganNya? Jadi pastikan hidup kita berpegang pada Allah. Terpujilah Dia. Soli Deo Gloria!!!

Selasa, 30 Agustus 2016

Kedengarannya Seperti Mustahil

Teringat cerita dengan keponakanku Shalom tgl 11/08/16 22:42 kamaren yang akan menjadi ingatan sekaligus pengalaman bagiku secara pribadi.

Shalom adalah keponakan dari kakak sulungku, dia berumur 3 tahun 6 bulan sekarang. Anak yang memiliki kemampuan verbal (bicara) yang luar biasa lebih daripada teman-teman seumurannya. Dia punya ingatan yang mengagumkan yang terkadang membuat kami tak habis pikir setelah dia menceritakan sesuatu yang pernah dia alami.
Tapi cerita ini bukan tentang Shalom, tapi tentang Dia.
Malam itu sembari menidurkan dia, aku mengajaknya bercerita. Singkatnya aku menceritakan tentang Yesus padanya. Aku mulai dengan "Shalom harus jadi anak baik ya, jangan melawan sama mama endut dan papa endut, rajin berdoa, supaya Yesus sayang sama Shalom". Dia hanya mengangguk karena dia meminum dodotnya saat itu.
Lalu aku mulai bercerita lebih jauh.
"Shalom tau? Yesus itu ada di surga, Dia di atas, di langit, turun ke dunia, ke bumi ini. Trus Dia mati disalibkan Lom supaya kita dimaafkan. Shalom, ante Sandy, mama, papa dimaafkan. Kek gini salib," sambil memperagakan tangan dan kebingungan menyesuaikan kata-katanya dengan logika anak-anaknya.
Dia menjawab dengan logikanya yang membuatku terkejut. "Yesus kan uda mati gak bergerak lagi Ante, gakbisa Dia memaafkan kita. " katanya. Lantas sepersekiandetik aku berdoa untuk meminta hikmat dariNya.
Aku mengulang penjelasanku yang tadi dengan sabar berulang kali kepadanya, "Bisa Yesus memaafkan kita Lom, Dia kan Tuhan. Kita kan kalau nakal berdosa Lom, Tuhan gak suka, jadi supaya dimaafkan kita, dibuang dosanya. Jadi Dia mati di kayu salib supaya kita dimaafkan sama Tuhan, jadi temanan lagi sama Tuhan Lom," kataku.
"Iya, Ante, ngertinya aku. Tapi kenapa Yesus harus mati, Ante? Kenapa gak di-ummaaak-Nya aja kita semua supaya kita dimaafkan?", sanggahnya. Dia memaksudkan ummak disini sebagai tindakan mencium sambil bermaafaan seperti yang biasa dilakukannya.
Dalam hatiku aku mengerti kenapa banyak orang yang belum percaya kepada kasih dan karya Kristus di Kalvari sebab ini memang tampaknya tak masuk akal jika kita mengandalkan logika manusia.
Dan dalam doaku, Tuhan tampaknya menuntunku. Aku melupakan satu hal yang penting, utuh, dan yang tak terpisah dari pengorbanan dan kematianNya, yaitu kebangkitanNya!!!
Akhirnya aku menambahkan, "Yesus mati di kayu salib Lom, supaya kita dimaafkan. Dia mati, trus hari ketiga dia bangkit, hidup lagi Yesus Lom, baru Dia naik lagi ke surga. Trus dimaafkan lah kita semua dari surga, jadi sayanglah Yesus sama kita semua, Lom,".
Tampaknya dia mengerti sekarang, dia mengangguk dan berkata, "Oh hidup lagi Yesus ya, Ante? Berarti nanti di-ummak Yesus kita,". "Iya, kan Yesus sayang kali sama Shalom," jawabku dan kami melanjutkan cerita. Semoga dia setidaknya mengerti.

Setelah dia tertidur aku merenung dan satu hal, aku semakin mengangumi kasih Tuhan yang teramat besar bagi semua orang berdosa, dan kuasaNya yang teramat dahsyat dalam caraNya menyelamatkan kita.

Ya, banyak orang juga mungkin seperti Shalom di awal percakapan kami. Mengandalkan logika. Wajar. Tapi ingatlah kasih dan pengorbanan Yesus tidak akan pernah dimengerti secara logika sampai kapan pun. Sebab Dia Allah yang tidak terbatas oleh logika manusia.
Tuhan begitu mengasihi manusia. Tetapi semua manusia telah jatuh ke dalam dosa dan tidak ada yang layak dihadapanNya. Sehingga tuntutan kasih dan kekudusanNya harus dilaksanakan. Dan tidak satu pun hal yang mampu untuk menyelamatkan manusia, termasuk kebaikan atau usaha manusia itu sendiri. Sehingga hanya Allah sendirilah yang mampu menyelamatkan manusia itu. Tidak ada cara lain. Dia menjadi manusia, taat, sampai mati di kayu salib, mati tetapi kemudian bangkit dan naik ke surga untuk menyediakan keselamatan dan tempat bersama-sama dengan Dia kepada setiap orang yang mau percaya dan beriman kepadaNya.
Kenapa harus menjadi manusia? Sebab Allah begitu mengasihi manusia. Dia tidak datang dengan segala kemegahanNya tetapi Dia merendahkan diriNya sama seperti kita.
Kenapa Dia harus mati? Karena hutang dosa manusia yang adalah maut tetap harus dijalankan. Dia gantikan kita semua menanggung maut karena kasih yang besar dan keadilanNya tersebut.
Dan ini semua tidak akan mampu diselami oleh logika manusia. Hanya hati yang mau percaya dan iman lah yang bisa mengartikan ini semua.

Sama halnya dengan sebuah kisah yang ditulis oleh David Gibb. Ada seorang petani yang menganggap berita tentang Allah sesuatu yang tidak masuk akal. “Mengapa Allah mau merendahkan diri-Nya menjadi manusia seperti kita?” kata sang petani. “Itu cerita yang benar-benar konyol!”
Suatu malam, terjadi badai salju. Tiba-tiba, sang petani mendengar suara benturan keras di jendela. Ia pergi keluar untuk melihat apa yang terjadi. Ternyata ada sekawanan angsa di sana. Angsa-angsa itu sedang dalam perjalanan bermigrasi, namun badai salju mengaburkan pandangan mereka, sehingga mereka tidak lagi bisa terbang atau bahkan mengenali arah ke mana mereka harus kembali.
Sang petani ingin menolong dan menyediakan tempat berteduh bagi kawanan angsa itu. Jadi, ia membuka pintu lumbung dan berdiri di sana, berharap mereka akan masuk ke dalamnya. Namun, angsa-angsa itu tidak mengerti. Sang petani berusaha menghalau mereka masuk, tetapi mereka malah menjadi kacau, berlarian ke segala penjuru. Sang petani lalu mendapat ide. Ia punya sedikit roti, remah-remahnya ditaburkan sepanjang jalan menuju pintu lumbung, namun angsa-angsa itu tetap tidak menangkap maksud sang petani. Tidak ada yang bisa ia lakukan untuk membawa angsa-angsa itu masuk.
Petani itu merasa frustrasi. “Mengapa mereka tidak mengikuti aku? Tidakkah mereka melihat bahwa inilah satu-satunya tempat yang dapat menolong mereka bertahan hidup?". Ia menyadari bahwa angsa-angsa itu tidak akan pernah mengikuti seorang manusia. Jika saja ia bisa menjadi sama seperti salah satu mereka, ia tentu dapat menjelaskan kepada mereka tentang lumbung itu, dan memimpin mereka ke tempat yang aman.
Merenungkan hal tersebut, sang petani mulai memahami mengapa Allah menjadi sama seperti manusia.
Biarlah Roh yang memahamkan dalam jati dan pikiran kita. Dia sudah kerjakan keselamatan, sekarang adalah apakah kita mau menerimanya?


Got My Cursor @ 123Cursors.com

Got My Cursor @ 123Cursors.com

Got My Cursor @ 123Cursors.com