Kali ini aku
membuat puisi. Walaupun tema puisi ini sangat, amat sangat, luar biasa sangat,
sangat sangat ya ampun, SANGAT BIASA! Bahkan mungkin SD udah disuruh buat puisi
yang bertemakan hal-hal sederhana yang ada di sekitar kita. Heleeh :-/
Tapi tak apa lah
ya, ambil sisi positifnya aja. “Oohhh walaupun si Sandy ini buat puisi yang
temanya sederaha, tapi biarlah. Hitung-hitung melatih diri dan mencoba buat
berpuisi,” trengtrengtreng kayak gitulah maunya kalian (red:pembaca) tanggapi
puisiku yang tak seberapa ini. Atau boleh juga “Ahh, nggak mantap si Sandy ini,
bikin puisi yang biasa-biasa aja. Lagian sok-sok buat puisi pulak tuh,”
kekekekkek :D. Kembali ke studio, terserah Anda mau pilih mana :p
Naah, jadi yang
melatarbelakangi aku buat puisi ini adalah,,,, (treeeeeng, kasih tau nggak ya?
ish, lebay hahha) suatu sore nan cerah ketika sang dewa langit mulai memayungi
cakrawala dengan rona lembayung yang bersinar kilau berpantul dari pasir-pasir
permadani pantai, tapi sayangnya aku lagi nggak di pantai heheh *ga jelas kali,
latarnya aja uda kepanjangan, sand! ; kata pembaca*. Uda ahh, pokoknya suatu
sore kakakku nyuruh bersihin pekarangan sekaligus sampe selokannya. Ya, begitu!
Terinspirasi aja. Blablablablaa... *ntar kepanjangan, malah ntar malas bacanya.
Lagian uda pada ngotot nih mata yang baca kakaka* Langsung aja.
Check it out!
Koloni seonggok
Duduk manis
merana
Dalam wahana
kehidupan air depan rumah
Tanpa riak,
tanpa arus
Berteriak dalam
ketidakpedulian makhluk berakal
Yang selama ini
dipuji sempurna
Koloni seonggok
Tanpa bentuk,
antahbarantah
Hanya sekumpulan
mereka yang senasib
Bekas sesuatu
dari sang tokoh hidup
Menenteng
seremah asa akan balada nanti
Terkepung dalam
ranah hidup keji
Kolono seonggok
Ingin berteriak
menerkam
“Pindahkan aku
dari sini!”
“Pindah kemana
aku seharusnya berada,”
“Tak ingin kau
anggap aku penyusah,”
“Atau, boleh kau
pergunakan
aku,”
Koloni seonggok
Menangis
menunggu dalam lara
Malaikat berbaju
kuning
Menjemput
bersama teman senasib
Menawarkan
nirwana penantian
Mengakhiri riwayat
hidup kami yang bengis
Koloni seonggok
Bertanya mengapa
dan bagaimana
Bahkan si piala
adipura
Sekonyong-konyong
hanya sebagai topeng
Tameng prestasi
dan kekreatifitasan
Bagi insan-insan
yang munafik
Koloni
seonggok
Tersikut
dalam kata-kata mimpi
Kerinduan
akan terbitnya dunia abadi
Terkekang
dalam larutan riak kehidupan
Menanti
sebuah lentera asah
Bersama
kepingan rasa kelam gulita
![](file:///C:/DOCUME%7E1/user/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.jpg)
Mohon
bimbingannya. Para kalian yang pintar dalam sastra, bantu aku ini. Mananya yang
salah? Mananya nggak pas? Ato perlu ada yang diganti, gitu? Soalnya masih
amatiran kalo tentang yang kayak beginian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar